Meretas Jalan Menuai Waktu di Lawang Sewu yang Artistik dan Unik

Lawang Sewu Semarang

Lawang Sewu (seribu pintu), merupakan bangunan yang termasuk cagar budaya di Kota Semarang, Jawa Tengah. Letaknya berada di pusat kota Semarang dikelilingi secara berkerumun bangunan dengan konsep yang lebih modern. Namun, bangunan ini tetap berdiri kokoh dan masih sempurna artistik dan keunikannya. Dahulunya, Lawang Sewu merupakan bangunan yang berfungsi sebagai kantor perkeretaapian jaman Hindia Belanda atau biasa disebut dengan Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS. NIS merupakan perusahaan swasta di bidang kereta api, dan merupakan perusahaan asing pertama yang membangun lintas kereta api di Pulau Jawa pertama kali, bahkan di Indonesia baru pertama kali. Jalur pertama yang dibuat melintasi dari Semarang menuju Surakarta dan Jogjakarta sebagian menuju ke  Ambarawa.  Jalur tersebut mulai dibuat pada tahun 1867.

Bagian dalam Lawang Sewu Semarang

Sejarah mencatat, bahwa pada era pemerintah Hindia Belanda membutuhkan sarana kantor yang strategi dan mampu menampung semua kegiatan lintas kereta api yang sangat komplek, karena kantor stasiun yang ada ternyata tidak lagi mencukupi untuk digunakan sebagai pusat stasiun dan kantor kereta api. Lalu diputuskan untuk membangun sebuah bangunan kantor yang berdekatan dengan pusat pemerintah Hindia Belanda di Semarang, yang lebih dikenal sekarang dengan Kota Lama Semarang. Bangunan tersebut juga strategis karena terletak di perlintasan utama kota Semarang, sekarang disebut dengan bundaran Tugu Muda. Selain itu, Lawang Sewu ketika itu letaknya berdekatan dengan Residen Hindia Belanda (semacam perumahan) sehingga memudahkan pekerja kantor Kereta Api untuk sampai ke tempat kerja.

Lawang Sewu Semarang

Bangunan Lawang Sewu sendiri di buat oleh arsitek Hindia Belanda bernama Prof. Jacob F. Klinkhamer dan B.J. Ouendag yang berasal dari Amsterdam, Belanda. Pembangunan Lawang Sewu pertama dimulai pada 27 Februari 1904 dan selesai pada Juli 1907. Desain arsitektur sebagai pondasi kala itu harus dipadatkan sedalam 4 meter, dan diganti dengan pasir vulkanis agar kuat menahan bangunan utama yang besar dan mengurangi penurunan tanah. Bangunan yang pertama kali dibuat adalah rumah penjaga dan ruang percetakan (sekarang berdekatan dengan pohon beringin atau Bangunan nomor C), baru kemudian dibangun ruang utama dan ruang tambahan, sekarang disebut Bangunan A dan Bangunan B (dibangun sekitar tahun 1916 sampai 1918). Tujuan pembuatan kantor Kereta Api ini tidak lain untuk memudahkan dan mempercepat proses transportasi utama sebagai pengangkut bahan mentah kebutuhan ekonomi perdagangan pemerintah Hindia Belanda.

Lawang Sewu

Kebutuhan tersebut berasal dari perkebunan paksa (cultuur stelsel) yang berasal dari daerah penghasil sekitar selatan Jawa, seperti gula, kopi dan tembakau. Sekarang perkebunan tersebut masih ada dan dikelola oleh PT. Perkebunan Nusantara, misalnya perkebunan kopi di daerah Bawen Hingga Ambarawa, lalu perkebunan teh yang berada di sekitar Pegunungan Ungaran. Untuk tembakau dihasilkan di sekitar Kabupaten Magelang dan Kabupaten Temanggung. Sementara hasil perkebunan Gula berada di sekitar Surakarta, Klaten dan Jogjakarta. Pabrik gula-pun saat ini masih ada sebagian masih berfungsi untuk mengolah tebu menjadi gula sementara yang lainnya menjadi cagar budaya dan tempat wisata yang menarik.  Beberapa pabrik gula yang terkenal seperti Colomadu dan Tasikmadu yang berada di Kabupaten Karanganyar, Gondangbaru dan Ceper baru di Klaten, Madukismo  di bantul Jogjakarta masih eksis dengan perkembangan jaman serba modern.

Pintu pintu Lawang Sewu

Walaupun sebenarnya, jalur pengangkutan bahan pokok perkebunan sudah ada namun terkendala lambatnya pengiriman dari perkebunan hingga pelabuhan untuk di ekspor sehingga banyak hasil perkebunan yang menumpuk di perkebunan. Jalur yang dimaksud adalah jalan raya pos (De Groote Postweg atau sekarang disebut jalur Semarang Kendal dan Jalan Pemuda) yang dibuat ketika jaman Deandels berkuasa. Jalur Kereta Api, oleh NIS pertama kali dibangun sejak tahun 1867 dimulai dari Semarang ke Tanggung (Tanggungharjo, Grobogan, Jawa Tengah) sejauh sekitar 27km.  Sampai sekarangpun, Stasiun Tanggung masih ada dan digunakan dan merupakan salah satu stasiun tertua di Indonesia, walau sudah ada beberapa perombakan bangunan lama. Stasiun Tanggung ini dibuat oleh  Gubernur Jendral Ludolph Anne Jan Wilt Sloet van de Beele.

Pintu dalam Lawang Sewu

Lima tahun kemudian setelah sukses membangun jalur kereta Semarang – Tanggung, maka Pemerintah Hindia Belanda membangun jalur baru yang menghubungkan Semarang – Surakarta – Jogjakarta. Termasuk jalur Semarang – Kedung Jati – Ambarawa sebagai jalur untuk kepentingan militer Hindia Belanda. Sekarang, stasiun Ambarawa tidak difungsikan untuk pengangkutan umum, namun digunakan untuk wisata sejarah menjadi Museum Kereta Api Ambarawa. Pada jaman Hindia Belanda, pusat militer di tempatkan di Ambarawa karena letaknya yang strategis untuk memantau pusat pemerintahan hingga Ekonomi di Semarang, Surakarta dan Yogyakarta. Bangunan sejarah yang ada di Ambarawa sebagai pusat militer Hindia Belanda sekarang masih berdiri sekitar 10km dari Museum Kereta Api AMbarawa yang bernama Benteng Williem II. Sementara Bangunan militer yang ada di Yogyakarta disebut dengan Benteng Vredebugh dan di Surakarta (Gladak Surakarta) disebut Benteng Vastenburg yang dibangun oleh  Gubernur Jenderal Baron Van Imhoff.

Selasar Lawang Sewu

Lawang Sewu selain menjadi saksi sejarah perkeretaapian Indonesia, juga menyimpan sejarah panjang untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pertempuran yang dahsyat tersebut bernama Pertempuran Lima Hari Semarang yang terjadi pada 15 Oktober 1945 hingga 20 Oktober 1945, antara rakyat Indonesia dan Militer Jepang. Pada saat itu, Lawang sewu menjadi benteng pertahanan terakhir pertempuran yang banyak menewaskan pemuda Indonesia. Untuk mengenang peristiwa heroik dan sangat patriotik, maka disekitar Lawang Sewu dibangun tugu yang sekarang disebut Tugu Muda. Sesaat setelah kemerdekaan Lawang Sewu masih digunakan untuk kantor kereta api, kemudian militer mengambil alih, namun saat ini Gedung Lawang Sewu dikelola lagi oleh PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI) dan menjadi bangunan cagar budaya plus tempat wisata sejarah.

Lawang Sewu Malam Hari

Nah, Untuk mencapai Lawang Sewu, sangat mudah karena letaknya persis di pusat Kota Semarang.  Petualang hanya perlu mencapai Tugu Muda, Bila dari Jogjakarta atau Surakarta silakan untuk melewati jalan tol Banyumanik (mobil) hingga sampai Krapyak lalu menuju jalan Jend Sudirman – Tugu Muda (Lawang Sewu). Bila ingin lewat dalam kota dari Banyumanik – Jalan Sultan Agung – Jalan S. Parman – Tugu Muda Lawang Sewu. Biasanya sore hingga malam hari merupakan waktu favorit para Petualang yang hendak mengunjungi Lawang Sewu sekaligus Tugu Muda. Berkunjung di Lawang Sewu-pun bisa ketika malam hari dengan mengunjungi bangunan berlantai 2 tersebut, atau berkunjung di ruang bawah tanah Lawang Sewu. Untuk harga tiket masuk berkunjung ke Lawang Sewu sebesar Rp. 10.000 per orang belum ditambah Guide Lawang Sewu (sekali – rombongan) sebesar Rp. 30.000,-. Kalau Petualang datang sendiri, lebih baiknya menunggu banyak orang jadi baiya Guide bisa menjadi lebih murah, tinggal dibagi rata. Kecuali memang tidak hendak memasuki bangunan Lawang Sewu dan hanya melihat dari sisi luar Gedung.

Baca Juga :

  1. Museum Jawa Tengah Ranggawarsita.
  2. Lebih Dekat Dengan Semarang : Catatan Sejarah Budaya
  3. Semua tentang tempat menarik di Semarang.
  4. Explore Museum Kereta Api Ambarawa. 
  5. Kota Lama Semarang : Jelalah Kampung Eropa Malam Hari 
  6. Masjid Agung Jawa Tengah Megah Di Malam Hari.
  7. Masjid Agung Jawa Tengah : Dari Berbagai Sisi 
  8. Menelisik Masjid Kuno Semarang
  9. Sejarah Semarang di Kali Mberok.
  10. Pantai Maron Semarang.
  11. Pantai Marina Semarang.
  12. Pernak-Pernik menarik di Pasar Johar Semarang.
  13. Keraton Surakarta : Perpaduan Kemegahan Eropa dan Keunikan Jawa.
  14. Keraton Yogyakarta : Istana Budaya dan Keindahan Jawa.

Lawang Sewu, Dulunya Kantor Kereta Api Hindia Belanda.

Lawang Sewu

Lonceng Kereta Api Jaman Dulu – Memberikan sinyal kedatangan kereta api.

………………………………………………………………….

About Alif Kecil

Suro Diro Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti.

Posted on 18 Agustus 2011, in Perjalanan and tagged , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , . Bookmark the permalink. 8 Komentar.

  1. Prof. Jacob F. Klinkhamer dan B.J. Ouendag emang keren…foto ke 4, 5, dan 6 mirip lattar sebuah film, trus ruang bawah tanahnya kog g ada?…:D

    • Hmm, kalau ndak salah film Ayat-Ayat Cinta dibuat dengan memakai bangunan Lawang Sewu sebagai backgroud utama.. 🙂 Dan beberapa film yang lain..(horor)
      Foto ruang bawah tanah belum ada, soale gelap sekali gak nampak apapun. Kalau mau jalan-jalan ke ruang bawah tanah, enaknya pas malam hari nanti ada uji nyali.. hoh amazing.. 😀

  2. terinspirasi ngambil foto kaya foto yang ke 4, agak miriplah….bukan di lawang sewu sieh…walaupun sy akui hasilnya kalah jauh…..hagz3….:D

  3. Pa Alif

    Perkenalkan kami dari Sekertariat Kantor Pusat Pelestarian PT KAI , terkait 2 artikel perjalanan ( Ambarawa dan Lawang Sewu ) apakah kami dapat diberikan contact narasumber penulisnya ?

    Sebelum dan sesudahnya kami ucapkan terimakasih dan kabar selanjutnya kami tunggu melalui sekertariat email sudibyowiwin@yahoo.com.
    Atau kami dapat dihubungi di no hp 081386608330 / 0816841637

    Salam
    Lestari

    • Terus terang, Bu Lestari. Tulisan dari coretan pertualang tentang sejarah perkeretaapian Indonesia baik Lawang Sewu atau Museum Kereta Api Ambarawa merupakan hasil ‘hunting’ secara penulis sendiri. Didapat dari berbagai sumber sejarah baik yang tertulis maupun melihat kondisi fisik artefak museum.

      Dengan mengabungkan beberapa catatan sejarah yang ada di museum menjadikan sebuah kesimpulan yang menarik dan mengagumkan tentang sejarah perkeretaapian Indonesia di masa lampau.. 🙂

      terima kasih..

Tinggalkan komentar